CARA LAIN MENIKMATI LUKA DALAM NOVEL TUHAN, IZINKAN AKU MENJADI PELACUR KARYA MUHIDIN M DAHLAN
Seseorang dapat berubah kapan pun, dan dia akan menyadari apa yang akan menjadi keputusannya menjelang kematiannya. Meskipun ada beberapa dari mereka yang meninggal sebelum merubahnya.
Semalaman saya membaca buku ini. Buku berjudul "Tuhan, izinkan ku menjadi pelacur!" karya Muhidin M Dahlan atau akrab dipanggil Gusmuh. Buku ini merupakan fiksi yang bahan bakunya sepenuhnya diambil dari kisah nyata dan wawancara mendalam beberapa pekan. Menurut saya novel ini bisa dikaji lebih dalam dengan menggunakan kajian feminisme, psikologi sastra, sosiologi satra, karena ini cukup menarik untuk dikaji lebih dalam.
"Setiap pengarang adalah pembohong; Tapi kebohongan mereka adalah kebohongan yang kreatif, kebohongan yang dinikmati. Bukan kebohongan sebagaimana terdefinisi dalam Kredo teologi yang harus disundut dengan dosa dan ancaman neraka." - Muhidin M Dahlan kepada pembacanya.
Di beberapa acara bedah buku, banyak mengutuk buku ini dengan berbagai alasan, ada pula yang mengatakannya sebagai sampah, dan beberapa pihak merasa tersinggung karena latar tempat menyudutkan instansi tertentu, tetapi ada juga yang memuji bahwa buku ini mengungkapkan sisi lain yang tak terungkap. Kehidupan memang tak melulu terlihat di depan, kita tidak tahu di tengah dan belakang.
.
.
Novel ini berlatar tempat di Yogyakarta dan sekitarnya, berkisah tentang seorang tokoh bernama Nidah Kirani atau yang akrab dipanggil Kiran. Seorang mahasiswa yang juga mondok di pondok Ki Ageng. Pemahaman keagamaannya mulai mengalami pergolakan ketika seorang teman di kampusnya mengajaknya untuk bergabung dengan Organisasi garis keras yang ada secara diam-diam di sekitaran Kampus.
Kampus memang bisa menjadi sebuah wadah untuk seseorang mencari jati diri, kegiatan-kegiatan di sekita kampus bisa membuat seseorang merasakan sebuah pencarian jati diri yang selama ini belum ditemukan. Termasuk Kiran yang menemukan sesuatu yang berbeda dari pemahamannya selama ini tentang agama ternyata keliru.
Keputusan Kiran untuk bergabung perlahan mengubah penampilan, pola pikir dan cara pandangnya terhadap pelbagai hal, terutama di Negeri ini. Di sisi lain, ia menjadi muslimah yang taat, hampir setiap waktunya dihabiskan untuk shalat dan berzikir; Cita-citanya menjadi seorang muslimah yang beragama secara total.
Setelah bergabung lama, organisasi yang dinaungi Kiran tidak seideal yang dibayangkan, bahkan ucapan-ucapan hanya terkesan sebuah jargon tanpa arah dan tujuan. Ia memutuskan untuk memilih jalan lain dalam hidupnya, ia pergi dari organisasi itu dengan label pengkhianatan yang disandangnya. Dalam kekalutannya mencari jalan hidup, ia menemukan jalan ketenangan di jalanan. Kehidupan jalanan memang tidak semuanya suram, terkadang ada banyak hal yang justru didapatkan untuk kacamata kehidupan.
Perlahan hidup Kiran yang dijalani, membuat alam sadar dan alam tak sadar dirinya merubah kepribadian dan perilakunya. Setelah mulai tidak percaya dengan dogma agama setelah tidak lagi percaya terhadap organisasinya, ia mulai tidak percaya kepada lelaki, setelah seorang lelaki mengkhianatinya. Apalagi tentang konsep cinta. Cinta baginya menjadi hal yang pasaran yang banyak dibicarakan lelaki hanya untuk mendekati tubuhnya.
Lama-kelamaan Kiran semakin terdorong ke dalam dunia hitam. Kekalutan hidupnya dilampiaskan dengan obat-obatan terlarang dan dunia malam. Ia semakin menjauh dari cita-cita yang sempat diucapkan tatkala menemukan pondasi baru perihal agama, dan tentu saja semakin merasa jauh dengan Tuhan.
.
.
Novel ini memang memaparkan potret lain yang selama ini masih diselimuti kemolekan tirai yang menutupinya dengan rapih. Potret perjalanan seorang anak manusia dalam menjalani luka-luka kehidupannya, memang kadang kehidupan tidak melulu sesuai rencana kita, maka ada banyak cara untuk kita bisa merefleksikannya. Potret dunia gelap yang tersaji di kota metropolitan, dan sisi lain sivitas akademika yang jarang diungkapkan, dan para anggota DPRD yang terhormat yang suka berjalan-jalan dengan menyisakan kenangan. Semua itu dengan Gambang diceritakan lewat buku berjudul Tuhan, izinkan aku menjadi pelacur.
Semalaman saya membaca buku ini. Buku berjudul "Tuhan, izinkan ku menjadi pelacur!" karya Muhidin M Dahlan atau akrab dipanggil Gusmuh. Buku ini merupakan fiksi yang bahan bakunya sepenuhnya diambil dari kisah nyata dan wawancara mendalam beberapa pekan. Menurut saya novel ini bisa dikaji lebih dalam dengan menggunakan kajian feminisme, psikologi sastra, sosiologi satra, karena ini cukup menarik untuk dikaji lebih dalam.
"Setiap pengarang adalah pembohong; Tapi kebohongan mereka adalah kebohongan yang kreatif, kebohongan yang dinikmati. Bukan kebohongan sebagaimana terdefinisi dalam Kredo teologi yang harus disundut dengan dosa dan ancaman neraka." - Muhidin M Dahlan kepada pembacanya.
Di beberapa acara bedah buku, banyak mengutuk buku ini dengan berbagai alasan, ada pula yang mengatakannya sebagai sampah, dan beberapa pihak merasa tersinggung karena latar tempat menyudutkan instansi tertentu, tetapi ada juga yang memuji bahwa buku ini mengungkapkan sisi lain yang tak terungkap. Kehidupan memang tak melulu terlihat di depan, kita tidak tahu di tengah dan belakang.
.
.
Novel ini berlatar tempat di Yogyakarta dan sekitarnya, berkisah tentang seorang tokoh bernama Nidah Kirani atau yang akrab dipanggil Kiran. Seorang mahasiswa yang juga mondok di pondok Ki Ageng. Pemahaman keagamaannya mulai mengalami pergolakan ketika seorang teman di kampusnya mengajaknya untuk bergabung dengan Organisasi garis keras yang ada secara diam-diam di sekitaran Kampus.
Kampus memang bisa menjadi sebuah wadah untuk seseorang mencari jati diri, kegiatan-kegiatan di sekita kampus bisa membuat seseorang merasakan sebuah pencarian jati diri yang selama ini belum ditemukan. Termasuk Kiran yang menemukan sesuatu yang berbeda dari pemahamannya selama ini tentang agama ternyata keliru.
Keputusan Kiran untuk bergabung perlahan mengubah penampilan, pola pikir dan cara pandangnya terhadap pelbagai hal, terutama di Negeri ini. Di sisi lain, ia menjadi muslimah yang taat, hampir setiap waktunya dihabiskan untuk shalat dan berzikir; Cita-citanya menjadi seorang muslimah yang beragama secara total.
Setelah bergabung lama, organisasi yang dinaungi Kiran tidak seideal yang dibayangkan, bahkan ucapan-ucapan hanya terkesan sebuah jargon tanpa arah dan tujuan. Ia memutuskan untuk memilih jalan lain dalam hidupnya, ia pergi dari organisasi itu dengan label pengkhianatan yang disandangnya. Dalam kekalutannya mencari jalan hidup, ia menemukan jalan ketenangan di jalanan. Kehidupan jalanan memang tidak semuanya suram, terkadang ada banyak hal yang justru didapatkan untuk kacamata kehidupan.
Perlahan hidup Kiran yang dijalani, membuat alam sadar dan alam tak sadar dirinya merubah kepribadian dan perilakunya. Setelah mulai tidak percaya dengan dogma agama setelah tidak lagi percaya terhadap organisasinya, ia mulai tidak percaya kepada lelaki, setelah seorang lelaki mengkhianatinya. Apalagi tentang konsep cinta. Cinta baginya menjadi hal yang pasaran yang banyak dibicarakan lelaki hanya untuk mendekati tubuhnya.
Lama-kelamaan Kiran semakin terdorong ke dalam dunia hitam. Kekalutan hidupnya dilampiaskan dengan obat-obatan terlarang dan dunia malam. Ia semakin menjauh dari cita-cita yang sempat diucapkan tatkala menemukan pondasi baru perihal agama, dan tentu saja semakin merasa jauh dengan Tuhan.
.
.
Novel ini memang memaparkan potret lain yang selama ini masih diselimuti kemolekan tirai yang menutupinya dengan rapih. Potret perjalanan seorang anak manusia dalam menjalani luka-luka kehidupannya, memang kadang kehidupan tidak melulu sesuai rencana kita, maka ada banyak cara untuk kita bisa merefleksikannya. Potret dunia gelap yang tersaji di kota metropolitan, dan sisi lain sivitas akademika yang jarang diungkapkan, dan para anggota DPRD yang terhormat yang suka berjalan-jalan dengan menyisakan kenangan. Semua itu dengan Gambang diceritakan lewat buku berjudul Tuhan, izinkan aku menjadi pelacur.
Komentar
Posting Komentar