Kemarin, Hari ini dan Esok Hari dalam Hidup yang Begitu Singkat.
“Mimpi seorang anak manusia tidak ada akhirnya”.
Itu adalah kalimat yang saya percayai sekarang. Berbicara tentang mimpi, tentu saja setiap anak memiliki mimpi yang berbeda,mimpi masa kecil adalah harta yang berharga dan begitu menyenangkan ketika diucapkan. Tidak heran jika mimpi-mimpi anak kecil begitu tinggi dan serasa seperti mudah sekali untuk didapati. Terlahir di sebuah desa kecil bernama Cikeusal yang terletak di kaki Gunung Kumbang, saya hidup seperti anak-anak pada umumnya. Suatu ketika saat berusia delapan tahun, di sebuah kelas seorang guru menanyakan mimpi dan cita-cita kami waktu itu. Di saat anak-anak lain menjawab ingin menjadi dokter, pilot atau bahkan Presiden, tapi saya menjawab ingin menjadi seorang penulis. Ada beberapa teman saya yang menertawakannya. Entahlah pada waktu itu mungkin teman-teman saya berfikir bahwa seorang penulis itu hanya orang yang bisa menulis, seperti menulis huruf alfabet di kertas dan mereka pun sekarang juga bisa disebut penulis.
Masa kecil memang menjadi sangat indah karena waktu dihabiskan hanya untuk bermain dan bermain, namun masa kecil saya agak berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Saya suka juga bermain tapi waktu luang saya kebanyakan dihabiskan dengan duduk di rumah sambil corat-coret di sebuah kertas. Saat pulang sekolah atau saat liburan pun saya bisa menghabiskan waktu seharian untuk corat-coret di kertas. Saya suka mengarang dan suka menggambar meski gambarnya tidak terlalu bagus, tapi saya suka menggabungkan imajinasi antara karangan dan gambar saya menjadi sebuah komik. Ada kebahagiaan tersendiri setelah menulis, apalagi ketika teman-teman saya datang ke rumah setiap hari minggu sekadar membaca komik saya. Itu adalah ingatan saya tentang masa kecil, tidak terasa sudah berlalu cukup lama, padahal seperti baru hari kemarin.
Masa kecil memang menjadi sangat indah karena waktu dihabiskan hanya untuk bermain dan bermain, namun masa kecil saya agak berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Saya suka juga bermain tapi waktu luang saya kebanyakan dihabiskan dengan duduk di rumah sambil corat-coret di sebuah kertas. Saat pulang sekolah atau saat liburan pun saya bisa menghabiskan waktu seharian untuk corat-coret di kertas. Saya suka mengarang dan suka menggambar meski gambarnya tidak terlalu bagus, tapi saya suka menggabungkan imajinasi antara karangan dan gambar saya menjadi sebuah komik. Ada kebahagiaan tersendiri setelah menulis, apalagi ketika teman-teman saya datang ke rumah setiap hari minggu sekadar membaca komik saya. Itu adalah ingatan saya tentang masa kecil, tidak terasa sudah berlalu cukup lama, padahal seperti baru hari kemarin.
Mengenyam pendidikan berlatar belakang Madrasah, setelah lulus MA(Madrasah Aliyah) saya sempat bingung mau ke mana setelah lulus.Melanjutkan ke tingkat perguruan tinggi sepertinya tidak terlalu pas karena kondisi keuangan keluarga, akhirnya saya memutuskan untuk merantau ke Ibu Kota untuk mencari pekerjaan. Kenapa harus merantau? Pertanyaan seperti itu dulu tidak pernah saya pedulikan karena dalam benak saya cuma satu, yaitu bagaimana bisa menghasilkan uang dan membantu keuangan keluarga dengan menghasilkan uang sendiri.
Setibanya di Jakarta, ternyata hidup dalam perantauan jauh dari bayangan saya. Apalagi saya yang lulusan Madrasah sempat bingung karena ternyata saya tidak memiliki skill dalam menghadapi dunia kerja. Akhirnya saya ikut bekerja bersama saudara saya di sebuah restoran, bekerja di restoran benar-benar menyita waktu. Saya menghabiskan lebih dari dua belas jam di tempat kerja sedangkan sisanya pulang hanya untuk sekadar istirahat. Bagaimana dengan mimpi saya sebagai penulis? Entahlah, realita hari ini mulai menjauhkan mimpi kecil saya.
Hidup dalam dunia kerja memang membuat usia saya bertambah tak terasa, gonta-ganti pekerjaan saya jalani. Mulai dari restoran, sales promotion boy, kasir hingga bekerja sebagai sebagai sales counter officer. Dunia kerja benar-benar menjauhkan mimpi kecil saya, hingga suatu kejadian di 2016 membuka mata saya, ada banyak hal yang sudah saya lewatkan dalam hidup ini. Di antaranya tentang mimpi yang sekarang sudah serasa tidak mungkin lagi untuk saya raih kembali. Waktu itu, kedua orang tua yang meyakinkan saya, bahwa kalau memang saya yakin akan mimpi itu maka kejarlah mimpi tersebut. Itu adalah sebuah pesan singkat yang membuat saya yakin untuk bisa melawan arus. Saya yakinkan pada diri saya ketika saya merantau, saya harus pulang tidak hanya membawa uang tetapi membawa ilmu. Dengan keuangan pas-pasan saya memberanikan untuk memasuki perguruan tinggi untuk kembali menggapai mimpi kecil saya. Dan benar sekali, mengambil jurusan sastra Indonesia seperti saya bertemu dengan mimpi-mimpi masa kecil saya. Tidak ada yang mudah tetapi tidak ada sesuatu yang tidak mungkin.
Saat Semester 3 saya bertemu dengan seseorang, dia yang benar-benar memberikan pandangan berbeda kepada saya tentang kepenulisan. Usianya jauh lebih muda daripada saya tetapi dalam hal penulisan, dia adalah salah satu inspirasi bagi saya. Dia sudah berkarya jauh di depan saya, bahkan dia sudah menerbitkan sebuah buku seperti mimpi kecil saya. Mulai saat itu saya berjanji pada diri saya bahwa suatu saat saya pun harus bisa seperti dia. Hari ini saya sangat menikmati proses demi proses yang ada, dalam usaha saya dalam meraih mimpi dengan bekerja dan berkarya, di antara usaha saya yaitu dengan mencari kerja lewat glints.
Menemukan kembali potongan-potongan mimpi masa kecil benar-benar membuat saya seperti hidup kembali, Saya benar-benar menikmati hidup saya hari ini. Entah mau jadi apapun saya di masa depan, saya merangkai surat-surat hari ini untuk suatu saat saya ingat kembali, bahwa mimpi saya tidak pernah mati. Saya berada di jalur yang benar. Ada garis finish terlihat di depan mata, ketika saya sampai pada garis finis itu maka saya akan bangga, tetapi yang membuat saya lebih bangga adalah saya menjalani proses demi prosenya yang amat sangat berharga untuk saya kenang nantinya.
(Jakarta.02 Januari 2018)
Komentar
Posting Komentar