Langsung ke konten utama
Melihat Kacamata lain Sejarah dalam balutan karya fiksi: Seteru Satu Guru karya Haris Priyatna



Setelah tidak lagi disibukkan dengan menulis Skripsi dan kumpulan cerpen yang sudah dirampungkan, saya kembali membaca sebuah buku yang belum saya tuntaskan ketika membelinya disela-sela mengerjakan skripsi. Saya menyelesaikan membaca buku ini  dalam sehari karena ternyata cukup asik mempelajari beberapa kilasan sejarah dalam balutan fiksi seperti yang dipaparkan dalam buku Seteru Satu Guru karya Haris Priyatna.

"Buku ini adalah sebuah fiksi berlatar belakang sejarah. Sejumlah tokoh dan adegannya adalah fiktif. Dengan demikian, karya ini sama sekali bukan merupakan riset sejarah ilmiah."
Kalimat pembuka saat anda semua membuka lembaran buku ini seolah menegaskan bahwa beberapa adegan yang terjadi di dalam buku ini adalah sebuah fiksi. Tapi di sini lain, dipaparkan juga beberapa foto tokoh dantdan yang sebenarnya yang diambil dari latar buku ini.


Setelah membaca ini, saya jadi berpikir bahwa mungkin saja sejarah akan lebih menarik untuk dipelajari oleh anak-anak ketika dalam balutan seperti ini. Setidaknya mungkin tidak terlalu membuat anak-anak bosan ketika mempelajari tentang sejarah. Dan memang sejarah tidak ada yang benar-benar hitam, dan tidak ada yang benar-benar putih. Bisa jadi hitam dan putih itu sebenarnya berasal dari rahim yang sama.

Buku ini cukup mendeskripsikan cerita apik bagaimana awal cita-cita anak bangsa  yang sama: Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan sejahtera. Bahkan akan ada banyak nama-nama tokoh bangsa yang selama ini anda kenal berada di antara alur cerita dalam buku ini.

Cerita bermula di jalan Peneleh gang VII ada sebuah rumah yang dihuni sejumlah anak muda pembentuk sejarah bangsa. Rumah itu menjadi saksi bagaimanae gemblengandari H.O.S Tjokroaminoto, Sang Raja Jawa tanpa mahkota kepada anak-anak kostnya dalam perjuangan melawan penjajah. Di antara ketiga muridnya, Soekarno, Musso, dan Kartosoewirjo yang belajar banyak hal, tentang kemerdekaan, kebebasan, dan ideologi berbangsa.

Musso dan Soekarno sama-sama bersekolah di HBS Surabaya. Musso adalah sosok kakak yang berdiri paling depan ketika Soekarno, adik seperguruannya diganggu orang Belanda di HBS Surabaya. Sementara Kartosoewirjo yang lebih muda dari Soekarno adalah sahabat seperguruan yang memiliki banyak kesamaan pemikiran dengan Soekarno, termasuk dalam menyukai es dawet. Meskipun berbeda sekolah karena ia memilih untuk sekolah di NIAS (Nederlands Indische Artsen School) untuk menjadi dokter, tetapi kedekatan kedua sahabat itu cukup hangat . Sangking akrabnya, keduanya biasa dipanggil "Karno dan Karto".

Seiring perjalanannya, setelah Sang Guru mereka telah tiada. Mereka memilih jalan yang berbeda-beda. Musso yang semula mengikuti Gurunya di Serikat Islam, mulai melebar terlalu ke kiri; Moskow telah mengubah terlalu jauh pandangan Musso sehingga mengakibatkan pemberontak. Hal yang tak jauh berbeda juga dialami Kartosoewirjo yang semula dari Serikat Islam, setelah Sang Gurunya meninggal. Ia mulai bergerak lebih ke kanan, sehingga akhirnya ia pun bergerilya. Sementara Soekarno yang juga bermula dari mengikuti Gurunya di Serikat Islam, mulai memilih jalan tengah di antara Kiri dan Kanan jalan yang diambil kedua sahabat seperguruannya.

Setelah pemberontakan di Madiun terjadi, Musso adalah orang yang paling dicari, dan kabar penangkapannya di Ponorogo sampai kepada Soekarno.

"Lapor, Pak. Musso tewas tertembak di Ponorogo."
" Innalilahi wa Inna ilaihi Raji'un.." Kenapa ditembak? Apa tak bisa ditangkap?"
"Dia melakukan perlawanan, Pak."
"Bagaimanapun aku tetap menghormati dia. Mas Musso adalah salah satu guruku. Kami pernah mengalami suka-duka bersama di Surabaya."
Soekarno melangkah ke ambang jendela dan memandang ke luar.

Pergolakan batin yang sama terjadi ketika Soekarno mendapat laporan tentang tertangkapnya Kartosoewirjo. Akhirnya Soekarno harus menandatangani berkas hukuman mati Kartosoewirjo, sahabat baiknya saat masih di surabaya. Esok harinya, Soekarno mendapati kembali berkas vonis mati Kartosoewirjo. Begitu frustasi, dia lempar berkas itu ke udara sehingga berceceran di lantai. Namun ketika sekrtarisnya mengatakan bahwa waktu penandatanganan berkas itu sudah habis, Soekarno membulatkan tekad Hari itu, dia menggoreskan tanda tangannya.
Pagi itu, tiga belas orang regu tembak menuntaskan tiga belas tahun perjuangan gerilya Kartosoewirjo. Tapi, seulas senyum tersungging di wajah Kartosoewirjo. Dia yakin perjuangannya tidak sia-sia.

"Dari ketiga murid itu, semua mewarisi satu hal dari H.O.S Tjokroaminoto, yaitu sifat yang keras. Sifat itu bisa membawa pada keberhasilan, tetapi juga bisa membawa kepada kehancuran. Andai mereka bisa saling bekerja sama, menyatupadukan kecerdasan, keberanian, dan kekuatan sambil mengesampingkan perbedaan, seperti yang diharapkan Pak Tjokro. Ah, tapi mungkin sudah begitu kehendak sejarah." Harun merenung sesaat.
.
Buku ini seolah mengajarkan kita bahwa setiap manusia dapat berubah kapan pun, dan dia akan menyadari apa yang akan menjadi keputusannya menjelang kematiannya. Meskipun ada beberapa dari mereka yang meninggal sebelum merubahnya. Apa pun yang terjadi, semua adalah konsekuensi pilihan hidup yang dijalani seorang anak manusia.







Komentar

Postingan populer dari blog ini

CARA LAIN MENIKMATI LUKA DALAM NOVEL TUHAN, IZINKAN AKU MENJADI PELACUR KARYA MUHIDIN M DAHLAN Seseorang dapat berubah kapan pun, dan dia akan menyadari apa yang akan menjadi keputusannya menjelang kematiannya. Meskipun ada beberapa dari mereka yang meninggal sebelum merubahnya. Semalaman saya membaca buku ini. Buku berjudul "Tuhan, izinkan ku menjadi pelacur!" karya Muhidin M Dahlan atau akrab dipanggil Gusmuh. Buku ini merupakan fiksi yang bahan bakunya sepenuhnya diambil dari kisah nyat a dan wawancara mendalam beberapa pekan. Menurut saya novel ini bisa dikaji lebih dalam dengan menggunakan kajian feminisme, psikologi sastra, sosiologi satra, karena ini cukup menarik untuk dikaji lebih dalam. "Setiap pengarang adalah pembohong; Tapi kebohongan mereka adalah kebohongan yang kreatif, kebohongan yang dinikmati. Bukan kebohongan sebagaimana terdefinisi dalam Kredo teologi yang harus disundut dengan dosa dan ancaman neraka." - Muhidin M Dahlan kepada pembacanya. Di b
  APALAH ARTI SEBUAH NAMA , YANG TERPENTING BERAGAMA DENGAN JENAKA ALA PAMAN TAT Ilustrasi oleh @Hujandiberanda   Jauh sebelum maraknya drama korea yang tengah digemari oleh sebagian warga negara Indonesia belakangan ini. Di era 90-an sampai awal 2000-an, sejatinya bangsa Indonesia sudah sangat gemar menonton film-film dari asia; terutama Hong kong dan China. Untuk anak-anak yang terlahir di masa 90-an, hari libur mereka penuh dengan tontonan dari dunia perfilman hong kong—yang kebanyakan bertemakan kunfu atau shoalin. Film-film Asia timur ini melahirkan aktor-aktor yang melekat di benak warga Indonesia, di antaranya film-film yang terbaik sepanjang masa yang menemani waktu lliburan sekolah, seperti Shaolin Popeye (1994), Trouble Maker (1995), Ten Brother (1995) , hingga Shaolin Soccer (2001) yang memulai abad 21-an dan banyak film mandarin lai n nya. Selain film mandarin yang digemari, aktor-aktor pemeran pun taka kalah luput dari bomingnya film mandarin di Indonesia. Se
RINDU DI SELA JEDA Pagi ini aku merindukan sabtuku Kini aku telah sampai di setengah jalan Persimpangan antara impian dan kenyataaan Namun Jeda ini terlalu lama Aku takut jeda ini merubah tekad menjadi berkarat Aku takut jeda ini menambah sekat yang dekat Sore itu Senja menampakan pesonanya Aku melihat ada sesuatu yang berbeda Ada dua senja muncul pada semesta Senja yang diberikan Tuhan untuk menghangatkan raga Dan senja yang terpancar dari matanya yang memberikan kenyamanan pada jiwa Sabtu dan senja adalah alasan lain hidupku lebih berwarna Mereka tak perlu seirama Biarkan mereka berjalan dengan caranya menuju satu muara ( Pondok Pinang, 29 Juli 2018 )