DI BALIK SESUATU YANG VIRAL
Hidup di Zaman Millenial membuat kita kecanduan akan gadget, salah satunya sosial media. Banyak aplikasi sosial media yang nyatanya memberikan pengaruh kepada si pengguna. Saya termasuk juga yang sering bermain sosial media. Whatsupp ,facebook,instagram, twitter, youtube adalah di antara sosial media yang saya ikuti. Dunia maya serasa menjadi ruang untuk kita mencurahkan segala sesuatu, meski memang tidak semua kita curahkan pada sosial media.
Dewasa ini sosial media benar-benar sarana yang sangat pas untuk beberapa orang mencari pasangan, mencari mata pencaharian tambahan bahkan menjadi terkenal atau yang sering disebut ''viral''. Ada banyak orang yang memiliki bakat tapi susah mempublikasikannya, maka sosial media membantunya mewujudkannya. Ada pula orang-orang yang menjadikan diri mereka sebagai model untuk memasarkan produk-produk tertentu (endorse). Bahkan ada pula yang viral karena ketidaksengajaan atau iseng belaka.
Siang itu saya memulai bekerja seperti biasa, di sela-sela pekerjaan, saya sempat membuka beberapa sosial media yang saya miliki, di antaranya facebook. Sebagai seorang perantau saya senang melihat facebook untuk melihat kampung halaman saya, melihat setiap perubahan yang ada di kampung halaman, melihat orang-orang yang ada di kampung halaman, bahkan melihat hamparan sawah dan pegunungan yang selalu membuat saya merindu dan ingin pulang. Siang itu ketika membuka faceebook saya melihat beberapa orang di kampug halaman saya membicarakan hal yang sama yang katanya menajdi viral di sekitaran kampung. ada pula yang bertanya-tanya tentang keviralan yang dibicarakan orang-orang kampung, mungkin termasuk saya yang juga bertanya-tanya karena tidak tahu sama sekali. Tapi yasudahlah, saya juga kurang begitu tertarik untuk mencari tahu lebih lanjut. Saya melanjutkan pekerjaan seperti biasa, sampai sore hari mendekati jam pulang kerja saya membuka sosial media kembali. Ternyata melihat facebook hampir semua orang di kampung halaman saya kembali dan terus membicarakan tentang keviralan yang tadi siang. Bahkan ada seseorang yang mengupload rekaman keviralan itu di group whatssupp alumni MA. Group Whatsupp kadang jadi sarana untuk sekadar bertanya kabar dengan teman-teman lama atau jadi obrolan untuk sekadar membicarakan reuni. Kebetulan handphone saya tidak di setting jadi ketika ada seseorang yang mengupload foto atau video di group,ketika saya membuka group tersebut maka akan secara otomatis terdownload. Akhirnya saya membuka rekaman yang katanya sedang viral di kampung dan sekitarnya. Dari situ saya tahu kalau itu adalah rekaman obrolan di telepon, lebih tepatnya obrolan seorang anak kecil dengan seorang Ibu. Mungkin banyak yang bertanya-tanya apa yang salah dengan obrolan seorang anak kecil dengan seorang Ibu sehingga menjadi viral?
Usut punya usut ternyata itu obrolan seorang anak gadis kelas 6 SD yang hendak menelpon pujaan hatinya yang bernama Doni (anak kelas 7 SMP) tetapi sang pujaan hatinya tidak ada di rumah dan yang mengangkat teleponnya adalah Ibunya yang bernama Ibu Sarki. Mungkin banyak yang heran anak SD kok sudah kasmaran? sudah kenal cinta-cintanya? bahkan termasuk saya juga heran. Karena saat saya kelas 6 SD itu saya masih suka maen kelereng, masih suka hujan-hujanan pakai celana pendek saja, atau masih benar-benar belum mengerti apa itu namanya kasmaran. Zaman memang sudah berubah, tekhnologi membuat segala sesuatu menajdi mudah, menjadi instan bahkan mungkin mempercepat masa puber manusia. Balik lagi pada kisah obrolan anak kelas 6 SD dengan sang Ibu pujaan hatinya. Obrolan yang awalnya biasa saja mendadak berubah ketika si anak gadis menangis karena mengatakan kepada bu sarki kalau dia tidak bisa melupakan doni, bahkan ia dengan polosnya menceritakan kalau sering terbawa mimpi. Bu sarki yang hanya menganggap anak gadis itu dan anaknya masih belum cukup umur hanya menanggapinya dengan santai sambil sesekali terdengar gelak tawa. Sebagai seorang Ibu tentu saja bu sarki memikirkan pendidikan dahulu untuk anaknya dan dia juga menasehati si anak gadis supaya fokus belajar dahulu, masalah jodoh tidak bakal ke mana jika memang sudah ditakdirkanNYA. Namun sang anak tetap mengingikan doni sekalipun menunggu hingga mereka besar nanti. Itulah kisah cerita rekaman berdurasi sekitar 12 menit pun kemudia ada yang mengunggahnya ke sosial media. Rupanya banyak yang merespon dengan beredarnya rekaman tersebut, hanya sekadar hiburan atau mungkin tidak habis pikir dengan anak SD yang curhat kepada Ibu pujaan hatinya sambil menangis. Kemudia mulai viral, entah siapa yang pertama mengunggahnya sehingga semua orang mulai membicarakannya. Orang mulai mencari tahu siapa itu doni (anak yang jadi pujaan hati anak kelas 6 SD itu), mencari tahu sosok bu sarki yang yang dengan santainya mendengarkan curhatan anak kelas 6 SD. Bahkan mulai muncul meme-meme tentang curhatan seorang anak SD dengan seorang Ibu. Mungkin hanya sekadar iseng belaka membuat meme itu, atau sekadar lucu-lucuan melihat fenomena seorang anak SD curhat kepada seorag Ibu pujaan hatinya. Tapi tanpa disadari di antara fenomena viral seperti itu ada pihak yang dirugikan, ada seseorang yang mengalami kerugian. Ada hak privasi seseorang telah direnggut di antara tawa netizen. Untuk seorang anak kecil, apakah dampaknya ? bagaimana dengan psikologisnya? apakah dia akan merasa minder atau bahkan itu akan menjadi sebuah bahan bullying untuk dirinya?
Sayangnya kita tidak akan memikirkan sampai jauh ke sana karena kita hanya menikmati kevirala itu, tapi coba banyangkan ketika hal seperti itu terjadi pada diri kita atau terjadi pada keluarga kita?
Kita memang tidak bisa membendung arus kemajuan tekhnologi di era Millenial, tetapi setidaknya kita bisa memilah milih mana yang layak dikonsumsi dan mana yang tidak dalam sosial media. Ternyata ketika kita asik menertawakan keviralan seseorang, tanpa disadari kita telah menertawakan sebuah pelanggaran HAM.
Dewasa ini sosial media benar-benar sarana yang sangat pas untuk beberapa orang mencari pasangan, mencari mata pencaharian tambahan bahkan menjadi terkenal atau yang sering disebut ''viral''. Ada banyak orang yang memiliki bakat tapi susah mempublikasikannya, maka sosial media membantunya mewujudkannya. Ada pula orang-orang yang menjadikan diri mereka sebagai model untuk memasarkan produk-produk tertentu (endorse). Bahkan ada pula yang viral karena ketidaksengajaan atau iseng belaka.
Siang itu saya memulai bekerja seperti biasa, di sela-sela pekerjaan, saya sempat membuka beberapa sosial media yang saya miliki, di antaranya facebook. Sebagai seorang perantau saya senang melihat facebook untuk melihat kampung halaman saya, melihat setiap perubahan yang ada di kampung halaman, melihat orang-orang yang ada di kampung halaman, bahkan melihat hamparan sawah dan pegunungan yang selalu membuat saya merindu dan ingin pulang. Siang itu ketika membuka faceebook saya melihat beberapa orang di kampug halaman saya membicarakan hal yang sama yang katanya menajdi viral di sekitaran kampung. ada pula yang bertanya-tanya tentang keviralan yang dibicarakan orang-orang kampung, mungkin termasuk saya yang juga bertanya-tanya karena tidak tahu sama sekali. Tapi yasudahlah, saya juga kurang begitu tertarik untuk mencari tahu lebih lanjut. Saya melanjutkan pekerjaan seperti biasa, sampai sore hari mendekati jam pulang kerja saya membuka sosial media kembali. Ternyata melihat facebook hampir semua orang di kampung halaman saya kembali dan terus membicarakan tentang keviralan yang tadi siang. Bahkan ada seseorang yang mengupload rekaman keviralan itu di group whatssupp alumni MA. Group Whatsupp kadang jadi sarana untuk sekadar bertanya kabar dengan teman-teman lama atau jadi obrolan untuk sekadar membicarakan reuni. Kebetulan handphone saya tidak di setting jadi ketika ada seseorang yang mengupload foto atau video di group,ketika saya membuka group tersebut maka akan secara otomatis terdownload. Akhirnya saya membuka rekaman yang katanya sedang viral di kampung dan sekitarnya. Dari situ saya tahu kalau itu adalah rekaman obrolan di telepon, lebih tepatnya obrolan seorang anak kecil dengan seorang Ibu. Mungkin banyak yang bertanya-tanya apa yang salah dengan obrolan seorang anak kecil dengan seorang Ibu sehingga menjadi viral?
Usut punya usut ternyata itu obrolan seorang anak gadis kelas 6 SD yang hendak menelpon pujaan hatinya yang bernama Doni (anak kelas 7 SMP) tetapi sang pujaan hatinya tidak ada di rumah dan yang mengangkat teleponnya adalah Ibunya yang bernama Ibu Sarki. Mungkin banyak yang heran anak SD kok sudah kasmaran? sudah kenal cinta-cintanya? bahkan termasuk saya juga heran. Karena saat saya kelas 6 SD itu saya masih suka maen kelereng, masih suka hujan-hujanan pakai celana pendek saja, atau masih benar-benar belum mengerti apa itu namanya kasmaran. Zaman memang sudah berubah, tekhnologi membuat segala sesuatu menajdi mudah, menjadi instan bahkan mungkin mempercepat masa puber manusia. Balik lagi pada kisah obrolan anak kelas 6 SD dengan sang Ibu pujaan hatinya. Obrolan yang awalnya biasa saja mendadak berubah ketika si anak gadis menangis karena mengatakan kepada bu sarki kalau dia tidak bisa melupakan doni, bahkan ia dengan polosnya menceritakan kalau sering terbawa mimpi. Bu sarki yang hanya menganggap anak gadis itu dan anaknya masih belum cukup umur hanya menanggapinya dengan santai sambil sesekali terdengar gelak tawa. Sebagai seorang Ibu tentu saja bu sarki memikirkan pendidikan dahulu untuk anaknya dan dia juga menasehati si anak gadis supaya fokus belajar dahulu, masalah jodoh tidak bakal ke mana jika memang sudah ditakdirkanNYA. Namun sang anak tetap mengingikan doni sekalipun menunggu hingga mereka besar nanti. Itulah kisah cerita rekaman berdurasi sekitar 12 menit pun kemudia ada yang mengunggahnya ke sosial media. Rupanya banyak yang merespon dengan beredarnya rekaman tersebut, hanya sekadar hiburan atau mungkin tidak habis pikir dengan anak SD yang curhat kepada Ibu pujaan hatinya sambil menangis. Kemudia mulai viral, entah siapa yang pertama mengunggahnya sehingga semua orang mulai membicarakannya. Orang mulai mencari tahu siapa itu doni (anak yang jadi pujaan hati anak kelas 6 SD itu), mencari tahu sosok bu sarki yang yang dengan santainya mendengarkan curhatan anak kelas 6 SD. Bahkan mulai muncul meme-meme tentang curhatan seorang anak SD dengan seorang Ibu. Mungkin hanya sekadar iseng belaka membuat meme itu, atau sekadar lucu-lucuan melihat fenomena seorang anak SD curhat kepada seorag Ibu pujaan hatinya. Tapi tanpa disadari di antara fenomena viral seperti itu ada pihak yang dirugikan, ada seseorang yang mengalami kerugian. Ada hak privasi seseorang telah direnggut di antara tawa netizen. Untuk seorang anak kecil, apakah dampaknya ? bagaimana dengan psikologisnya? apakah dia akan merasa minder atau bahkan itu akan menjadi sebuah bahan bullying untuk dirinya?
Sayangnya kita tidak akan memikirkan sampai jauh ke sana karena kita hanya menikmati kevirala itu, tapi coba banyangkan ketika hal seperti itu terjadi pada diri kita atau terjadi pada keluarga kita?
Kita memang tidak bisa membendung arus kemajuan tekhnologi di era Millenial, tetapi setidaknya kita bisa memilah milih mana yang layak dikonsumsi dan mana yang tidak dalam sosial media. Ternyata ketika kita asik menertawakan keviralan seseorang, tanpa disadari kita telah menertawakan sebuah pelanggaran HAM.
Pondok Pinang 31 Juli 2018
Komentar
Posting Komentar