Langsung ke konten utama
Cikeusal, Desa Sunda Kota Ngapak
(Oleh Wisnu Adi Pratama)
Di zaman Globalisasi ini atau yang sering kita dengar zaman now, ketika membicarakan tentang kebudayann terasa tabu di kalangan anak muda. Ada beberapa faktor yang sangat mempengaruhi fenomena ini, Di samping kurangnya pengenalan budaya dari generasi sebelumnya terhadap generasi sekarang dan yang akan datang, faktor yang sangat mempengaruhi anak muda kini tidak terlalu mengenal kebudayaannya adalah pengaruh masuknya budaya asing. Bahkan ironis ketika anak muda kini bahkan tidak mengenal kebudayaannya sendiri dan lebih mengenal kebudayaan luar. Padahal Indonesia memiliki anugerah dengan keanekaragaman kebudayaan yang ada di dalamnya. Sunda, jawa hingga papua adalah beberapa kebudayann di antaranya.
Jujur saja, saya juga termasuk anak muda yang kurang begitu mengenal kebudayaan asli daerah . Saya terlahir di sebuah desa kecil di kaki Gunung Kumbang, tepatnya desa Cikeusal kecamatan ketanggungan kabupaten Brebes.
‘’Ngapak’’ , Itulah yang sering orang pikirkan ketika mendengar kota Brebes. Dialek ngapak ini mempunyai ciri khas dengan akhiran kata ‘a’ tetap dibaca ‘a’ bukan ‘o’. contohnya: kata ‘siapa’ tetap dibaca sapa. Selain itu akhiran kata ‘k’ dilafaklakn ‘k’ yang mantap. Dialek ngapak ini meliputi setengah wilayah Jawa Tengah (Cilacap, Tegal, Brebes,Pemalang, Pekalongan ,Banyumas, Purbalingga, Kebumen, Banjarnegara dan sebagian Wonosobo). Sepertinya dialek ngapak tidak berlaku bagi orang-orang di desa cikeusal, karena memang bahasa keseharian yang digunakan di desa itu bahasa sunda.
Brebes sunda? Orang akan lebih heran lagi ketika mendengar ada orang brebes berbicara bahasa sunda, bagaimana orang brebes yg identik dengan ngapaknya tapi berbicara sunda?
Barangkali inilah penjelasan singkat tentang asal usul bahasa sunda digunakan oleh beberapa desa di kabupaten brebes. R. Adipati Aria Singasari Panatayuda Bupati Karawang 1786 - 1809Bupati Brebes 1809 - 1836 . Ditinjau dari segi sejarah silsilah, R. Adipati Aria Singasari Panatayuda adalah anak laki laki dari Patih Karawang R. Singanagara. R.Singa Negara menikah dengan Nyai Raden Amsiah anak perempuan Bupati Karawang yang bernama R Adipati Aria Panatayuda Kutipan tahun 1786 R. Singanagara mengganti kedudukan mertuanya sebagai Bupati Karawang. Dalam naskah sejarah tersebut dinyatakan karena R. Adipati Aria Sastradipura anak laki laki Bupati Karawang pada waktu itu masih kecil belum mungkin diangkat sebagai pengganti ayahnya menjadi Bupati. R.Singasari Panatayuda juga turut serta mengikuti sayembara dalam menumpas pemberontakan yang dipimpin oleh R. Wangsanangga dan sebagai imbalannya menggantikan posisi Pusponegoro II (Bupati Brebes).
Pusat pimpinan pemberontak terletak di Cikeusal dan sebagai panglima-panglimanya yaitu Ki Malangjiwa dari Cikuya, Ki Sangla dari Malahayu, Raksabala dari Bumihieum ( sekarang bernama desa Kubangjati/Ketanggungan),Ki Saragula dari Lemah Abang ( Tanjung ) karena tidak ada yang bisa memadamkan pemberontakan maka pemerintah Belanda mengadakan sayembara. Isi dari sayembara tersebut adalah ” Barang siapa yang dapat menangkap pemimpi pemberontakan yaitu R.Wangsanangga akan diberi hadiah semintanya”.
Bagi dirinya kedudukan ayahnya sebagai Bupati Karawang bukan merupakan kedudukan yang bisa turun temurun kepada anaknya,karena dia bukan dari jalur langsungketurunan Bupati Karawang,dirinya hanya putra menantu. Menurut tradisi penggantinya kelak adalah dari jalur keturunan langsung yaitu R. Adipati Aria Sastradipua. Jadi salah satu latar belakang kesanggupannya mengikuti sayembara tersebut tidak terlepas dari cita-cita demi anak keturunannya.
Menurut saya, itulah yang paling melatarbelakangi bahasa sunda ada di daerah cikeusal dan sekitarnya. Asal Usul sunda yang dibawa dari karawang secara tidak langsung berdampak pada bahasa Cikeusal dan sekitarnya. Alhasil, bahasa Cikeusal dan sekitarnya sudah tidak melekat lagi dengan bahasa Jawa “Ngapak” sepertihalnya mayoritas Desa-desa di Brebes.
Bagaimanakah dampaknya ketika ada kebudayaan Sunda di tengah-tengah Mayoritas Kebudayaan Jawa?
Membaca sejarah Cikeusal, perubahan kebudayaan berdampak pada masyarakat Cikeusal dan sekitarnya. Kita tidak akan menemukan lagi masyarakatnya berbicara ‘’ngapak’’ layaknya ciri khas orang Brebes. Namun nampaknya kebudayaan sunda yang berada di tengah-tengah kebudayaan jawa itu tidak terlalu berpengaruh terhadap kelangsungan hidup di sana. Mereka tetap bisa hidup rukun dan saling berinteraksi meski dengan perbedaan bahasa.
Meskipun mengalami akulturasi dan menemukan perbedaan ,dua kebudayaan itu masih dapat bersisian tanpa adanya segmentasi. Misalnya saja di desa Cikeusal ada namanya pasar ‘manisan’. Pasar yang terjadi setiap lima hari sekali, suasana pasar manisan itu cukup ramai dibandingkan hari biasanya karena dipenuhi para pedagang tidak hanya warga dari cikeusal tetapi banyak juga para pedagang dari luar Cikeusal, termasuk dari Ketanggungan dan sekitarnya yang notabennya berbahasa jawa. Namun tidak ada kendala di pasar tersebut meskipun ada perbedaan bahasa yang mendasar yaitu jawa dan sunda, terbukti mereka bisa saling membaur satu sama lainnya.
( Pondok Pinang, 11 Januari 2018 )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CARA LAIN MENIKMATI LUKA DALAM NOVEL TUHAN, IZINKAN AKU MENJADI PELACUR KARYA MUHIDIN M DAHLAN Seseorang dapat berubah kapan pun, dan dia akan menyadari apa yang akan menjadi keputusannya menjelang kematiannya. Meskipun ada beberapa dari mereka yang meninggal sebelum merubahnya. Semalaman saya membaca buku ini. Buku berjudul "Tuhan, izinkan ku menjadi pelacur!" karya Muhidin M Dahlan atau akrab dipanggil Gusmuh. Buku ini merupakan fiksi yang bahan bakunya sepenuhnya diambil dari kisah nyat a dan wawancara mendalam beberapa pekan. Menurut saya novel ini bisa dikaji lebih dalam dengan menggunakan kajian feminisme, psikologi sastra, sosiologi satra, karena ini cukup menarik untuk dikaji lebih dalam. "Setiap pengarang adalah pembohong; Tapi kebohongan mereka adalah kebohongan yang kreatif, kebohongan yang dinikmati. Bukan kebohongan sebagaimana terdefinisi dalam Kredo teologi yang harus disundut dengan dosa dan ancaman neraka." - Muhidin M Dahlan kepada pembacanya. Di b
  APALAH ARTI SEBUAH NAMA , YANG TERPENTING BERAGAMA DENGAN JENAKA ALA PAMAN TAT Ilustrasi oleh @Hujandiberanda   Jauh sebelum maraknya drama korea yang tengah digemari oleh sebagian warga negara Indonesia belakangan ini. Di era 90-an sampai awal 2000-an, sejatinya bangsa Indonesia sudah sangat gemar menonton film-film dari asia; terutama Hong kong dan China. Untuk anak-anak yang terlahir di masa 90-an, hari libur mereka penuh dengan tontonan dari dunia perfilman hong kong—yang kebanyakan bertemakan kunfu atau shoalin. Film-film Asia timur ini melahirkan aktor-aktor yang melekat di benak warga Indonesia, di antaranya film-film yang terbaik sepanjang masa yang menemani waktu lliburan sekolah, seperti Shaolin Popeye (1994), Trouble Maker (1995), Ten Brother (1995) , hingga Shaolin Soccer (2001) yang memulai abad 21-an dan banyak film mandarin lai n nya. Selain film mandarin yang digemari, aktor-aktor pemeran pun taka kalah luput dari bomingnya film mandarin di Indonesia. Se
RINDU DI SELA JEDA Pagi ini aku merindukan sabtuku Kini aku telah sampai di setengah jalan Persimpangan antara impian dan kenyataaan Namun Jeda ini terlalu lama Aku takut jeda ini merubah tekad menjadi berkarat Aku takut jeda ini menambah sekat yang dekat Sore itu Senja menampakan pesonanya Aku melihat ada sesuatu yang berbeda Ada dua senja muncul pada semesta Senja yang diberikan Tuhan untuk menghangatkan raga Dan senja yang terpancar dari matanya yang memberikan kenyamanan pada jiwa Sabtu dan senja adalah alasan lain hidupku lebih berwarna Mereka tak perlu seirama Biarkan mereka berjalan dengan caranya menuju satu muara ( Pondok Pinang, 29 Juli 2018 )