Langsung ke konten utama


SETETES AIR MATA DI WAJAH IBU PERTIWI
(Karya Wisnu Adi Pratama)


Foto kabar@kompas.id via mailchimpapp.net 


Asap-asap luapan emosi membumbung tinggi sampai menyentuh lazuardi di bulan yang penuh berkah ini. Tidak sengaja kepulan asap sampai membuat pedih di mata Ibu Pertiwi.

“Takbir”...
Segerombolan orang berteriak sambil berjalan menuju sebuah tempat yang mereka ingin tuju. Terlihat dari kejauhan, kerumunan orang berbaris dengan rapih membentuk sebuah pagar tepat di depan tempat tujuan yang diinginkan gerombolan orang tadi.
“Takbir..”

Kerumunan orang yang berbaris rapih itu pun meneriakan takbir membalas seruan yang sama dengan berdiri kokoh membentuk barisan. Massa yang bergerombol itu pun tertahan tepat di depan pagar manusia yang berbaris rapih. Mereka menumpahkan segalanya dengan berorasi di depan pagar manusia itu. Kejadian itu berlangsung cukup lama dan tetap tertib, hingga tiba-tiba datang dari arah belakang seorang provokator berlari sambil melemparkan batu ke arah barisan rapih itu.
Sontak kejadian itu membuat suasana menjadi lebih abu-abu, manusia yang berbaris rapih itu langsung memerintahkan gerombolan itu untuk mundur dan membubarkan diri. Gerombolan itu mulai terpencar-pencar, sebagian ada yang berlarian membubarkan diri, tapi sebagian tetap bertahan dari tempat mereka berdiri.
Malam semakin larut, rasa lelah sudah menghinggapi sebagian anak manusia. Suasana sepi sepertinya akan berakhir malam ini , tapi sesaat suasana itu berubah. Dari arah berlawanan puluhan orang datang dengan wajah menggunakan topeng kepalsuan, mereka menggenggam senjata hingga sebagian membawa bom molotov. Dan itu tepat dilemparkan ke arah barisan orang yang berbaris rapih.
Jiwa-jiwa yang lelah langsung mandadak membara, tidak ada pilihan lain selain memukul mundur para perusuh bertopeng itu. Gas air mata mulai ditembakan, kepulan asap yang sampai membuat mata rasanya ingin terpejam membuat suasana lebih seram. Puluhan massa bertopeng berlarian ke sana kesin mencari keamanan diri. Orang-orang berbaris rapih mulai merangsek maju menangkapi para gerombolan bertopeng yang tidak sempat berlari.
.
Suasana mendadak ramai layaknya pesta pernikahan. Puluhan orang bertopeng itu berlari ke arah kerumunan warga yang sebagian sudah terlelap, sambil meletakan topengnya dan membaur. Sementara orang-orang yang tadi berbaris rapih kini sibuk memilah-

milih di antara kabut kerumunan.
Mendengar suara riuh, beberapa warga terlihat panik dengan situasi dan kondisi yang ada. Semua hujan batu tidak bisa dihindarkan setelah warna pelangi yang mulai saru. Bunyi tembakan peringatan, bunyi suara menantang, bunyi batu-batu dilemparkan mendadak jadi paduan suara yang menghiasi malam ini
.
Sementara Ibu Pertiwi melihat lebih jauh, seorang pedagang kopi masih mencari rezeki di tengah gerombolan dan pasukan yang berbaris rapih, seorang peetugas kebersihan sempat menyapu jalanan sebelum suasana mencekam, anak kecil menangis dari lantai dua, seorang gadis kecil mencari ayahnya. Seorang Ibu mempertanyakan keberadaan anaknya dan seorang ayah sedang berada di tempat yang tidak semestinya. Dan para orang-orang yang berbaris rapih kini sedang menjalankan tugasnya sebagai abdi Negara.

Dan mentari pagi ini mulai menyapa beberapa manusia yang sudah mencapai batasnya, tapi nan jauh di sana para dalang dan para provokator baru terbangun dari tidur lelapnya. Mereka tertawa melihat pemberitaan di media masa sambil menikmati secangkir kopi dan sebatang rokok di tangan kanannya.
.........
Pondok Pinang, 24 Mei 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

  MELUMRAHKAN PERILAKU ABNORMAL EREN YEAGER DALAM AOT;   PELIK TAPI REALISTIS Jika ada yang mengikuti anime Attack on Titan sedari awal, dari dimulai pertama kali rilis pada 7 April 2013 nampaknya tahun 2022 ini babak akhir anime Attack on Titan semakin terasa dekat, dan sepertinya pertarungan puncak tinggal menunggu waktu untuk  beberapa episode saja. Semakin jelas arah ending dari anime ini dan klimaks perang besar yang akan menanti. Konflik berkepanjangan, rantai kebencian yang diwariskan, peperangan yang tanpa akhir serta peran penguasa yang mendoktrin anak-anak bahwa tidak akan ada fajar selepas pekat menyelimuti semesta seolah menjadikan anime ini begitu tabu untuk dibicarakan, atau sebenarnya menjadi menarik karena terasa begitu dekat dengan kehidupan manusia. Musuh sebenarnya bukanlah Titan yang selama ini memakan manusia, tetapi kebencian yang bersemayam di dalam diri manusia itu sendiri. Bukan hanya sebatas peperangan bangsa eldia melawan Marley, tetapi lebih ...
PERBINCANGAN SEMESTA DI PANTURA SAMPAI IBU KOTA (Oleh Wisnu Adi Pratama) Jarum jam terus berdetak, langkah manusia terus bergerak, setiap sudit Bumi mulai retak. Dunia memang terlalu cepat bergerak sementara kita yang begitu kecil ini terlalu sibuk sendiri untuk beranjak. Sibuk memenuhi ambisi, sibuk bermimpi, sibuk mengejar yang tak pasti, hingga sibuk untuk sekadar menyibukan diri. Bergerak dari satu sisi ke sisi lain untuk kesenangan diri atau mungkin untuk penghidupan diri. Hari itu, sabtu adalah akhir dari liburan lebaran di kampung halaman. Rasanya baru kemarin pulang, tapi keadaan harus membawa kembali beranjak meneruskan petualangan. Pagi itu, seperti biasa terbangun lebih awal dari biasanya, bahkan Ibuku sudah terbangun sebelum jam 03.00 untuk menyiapkan dagangannya. Desa ini memang tak pernah diam, bahkan para ayam pun malu tuk bernyanyi di pagi hari. Setelah shalat subuh, kaki mulai berjalan kepada sudut paling barat Desa yaaitu tempat tak ...
    Kemarin, Hari ini dan Esok Hari dalam Hidup yang Begitu Singkat. “Mimpi seorang anak manusia tidak ada akhirnya”. Itu adalah kalimat yang saya percayai sekarang. Berbicara tentang mimpi, tentu saja setiap anak memiliki mimpi yang berbeda,mimpi masa kecil adalah harta yang berharga dan begitu menyenangkan ketika diucapkan. Tidak heran jika mimpi-mimpi anak kecil begitu tinggi dan serasa seperti mudah sekali untuk didapati. Terlahir di sebuah desa kecil bernama Cikeusal yang terletak di kaki Gunung Kumbang, saya hidup seperti anak-anak pada umumnya. Suatu ketika saat berusia delapan tahun, di sebuah kelas seorang guru menanyakan mimpi dan cita-cita kami waktu itu. Di saat anak-anak lain menjawab ingin menjadi dokter, pilot atau bahkan Presiden, tapi saya menjawab ingin menjadi seorang penulis. Ada beberapa teman saya yang menertawakannya.  Entahlah pada waktu itu mungkin teman-teman saya berfikir bahwa seorang penulis itu hanya orang yang bisa menulis, seperti me...