Langsung ke konten utama
Memaafkan adalah Cara Terbaik Memutus Rantai Kebencian

Suatu sore, di saat senja mulai menampakan sedikit pesonanya menjelang gelap tiba. Di sebuah angkringan, beberapa pemuda tengah asik berbincang.
"Eh, si A kan kakeknya dulu pernah maling ayam". Ucap Samin
"Masih mending si A cucunya pencuri, daripada si B dulu bapanya pernah membunuh dan sampai sekarang masih di penjara". Sahut udin
"Mereka sama aja, masih mendingan si C yang orang tuanya kaya raya". Ucap Bambang
"Tapi katanya si C itu bapanya jadi kaya raya ngga wajar. Banyak yang bilang orang tuanya pakai pesugihan". Sahut Samin
"Kalian ini sedang ngomingin ABC apa orang tuanya ya, kan yang jadi kepala desa bukan orang tuanya?" Tanya Ahmad

Begitulah obrolan hangat di salah satu angkringan Desa Cisenja menjelang pemilihan kepala Desa. Ternyata cukup pelik juga melihat bibit bebet bobot para calonnya.Tapi anehnya orang-orang tidak membahas siapakah si A, siapakah si B, siapakah si C? Isu yang lebih hangat adalah orang tua mereka.
T
ernyata kejahatan masa lalu cukup membekas di beberapa orang sehingga kebencian terus diwariskan dari generasi ke generasi, dan yang paling menanggung beban adalah anak-anak yang harus dibelenggu bayang-bayang atas kejahatan masa silam. Anak-anak seolah menanggung dosa atas apa yang tidak pernah mereka lakukan.

Apakah salah seorang anak yang terlahir dari seorang kakek yang pencuri? Apakah salah seorang anak terlahir dari ayah seorang pembunuh?  Tidak ada seorang anak yang ingin terlahir dari seorang ayah yang salah, begitu pun sebaliknya tidak ada seorang ayah yang ingin menurunkan kesalahannya kepada anaknya.
Terkadang manusia begitu sulit memaafkan sampai harus mewariskan kebencian kepada generasi-generasi yang seharusnya tidak terikat rantai kebencian. Bagaimana kita membiarkan rantai kebencian terus saja diwariskan? Dan memaafkan adalah cara terbaik untuk menatap masa depan dengan kerukunan. Karena berpelukan dengan dendam hanya akan membawa manusia pada kebencian tak bertuan. 

(Pondok Pinang, 08 Februari 2019)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

  MELUMRAHKAN PERILAKU ABNORMAL EREN YEAGER DALAM AOT;   PELIK TAPI REALISTIS Jika ada yang mengikuti anime Attack on Titan sedari awal, dari dimulai pertama kali rilis pada 7 April 2013 nampaknya tahun 2022 ini babak akhir anime Attack on Titan semakin terasa dekat, dan sepertinya pertarungan puncak tinggal menunggu waktu untuk  beberapa episode saja. Semakin jelas arah ending dari anime ini dan klimaks perang besar yang akan menanti. Konflik berkepanjangan, rantai kebencian yang diwariskan, peperangan yang tanpa akhir serta peran penguasa yang mendoktrin anak-anak bahwa tidak akan ada fajar selepas pekat menyelimuti semesta seolah menjadikan anime ini begitu tabu untuk dibicarakan, atau sebenarnya menjadi menarik karena terasa begitu dekat dengan kehidupan manusia. Musuh sebenarnya bukanlah Titan yang selama ini memakan manusia, tetapi kebencian yang bersemayam di dalam diri manusia itu sendiri. Bukan hanya sebatas peperangan bangsa eldia melawan Marley, tetapi lebih ...
RINDU DI SELA JEDA Pagi ini aku merindukan sabtuku Kini aku telah sampai di setengah jalan Persimpangan antara impian dan kenyataaan Namun Jeda ini terlalu lama Aku takut jeda ini merubah tekad menjadi berkarat Aku takut jeda ini menambah sekat yang dekat Sore itu Senja menampakan pesonanya Aku melihat ada sesuatu yang berbeda Ada dua senja muncul pada semesta Senja yang diberikan Tuhan untuk menghangatkan raga Dan senja yang terpancar dari matanya yang memberikan kenyamanan pada jiwa Sabtu dan senja adalah alasan lain hidupku lebih berwarna Mereka tak perlu seirama Biarkan mereka berjalan dengan caranya menuju satu muara ( Pondok Pinang, 29 Juli 2018 )
KERAGAMAN ALUR CERITA DALAM BUKU CINTA TAK ADA MATI  KARYA EKA KURNIAWAN Salah satu buku yang terlambat saya baca, salah satu karya Eka Kurniawan yang terbaik, karena sejauh ini saya selalu menyukai karya-karyanya baik itu kumpulan cerpen atau novel. Dalam buku Cinta Tak Ada Mati, saya menemukan mengalirnya kata-kata dalam balutan sastra yang sangat dalam dari beberapa kata yang dituangkan, sehingga saya harus membacanya berkali-kali untuk bisa sedikit lebih paham maks ud dari kata-kata itu. Aroma sastra dalam kumpulan cerpen ini lebih dalam daripada kumpulan cerpen Eka Kurniawan yang lain yang berjudul Corat-coret di Toilet. . Buku ini bercerita tentang beberapa cerita pendek yang cukup asik ketika mengikuti alur ceritanya, tapi bukan Eka Kurniawan namanya kalau tidak dipatahkan dengan klimaks sebuah ending cerita. Di beberapa cerita, saya bahkan dibuat geleng-geleng kepala karena ending yang tak terduga. Untuk sebuah cerpen, alur maju mundur memang tidak mudah, tapi lagi-lagi di ...