Kontroversi Angkutan Berbasis Online di Indonesia
(Oleh Wisnu Adi Pratama)
Di zaman globalisasai ini kemajuan tekhnologi memang tidak bisa dihindarkan, selain memanjakan manusia dengan seagala sesuatu yang lebih instan, masyarakat juga semakin mudah mendapatkan suatu informasi di berbagai penjuru dunia. Masyarakat yang tidak bisa mengikuti perkembangan zaman akan tertinggal dalam berbagai berbagai hal.
Dalam hal transportasi pun pengaruh kemajuan tekhnologi sangat terasa, terbukti dengan munculnya transportasi-transportasi berbasis aplikasi di Indonesia . Salah satu pelopornya yaitu Go-Jek, perusahaan ini berdiri tahun 2010 dengan menggunakan sistem yang masih sangat sederhana yaitu calon penumpang menghubungi penumpang melalui telepon atau mengirim sms. Tetapi semakin kesini Go-Jek semakin berkembang dan pada awal tahun 2015, meluncurkan aplikasi android Go-Jek. Ini lebih memudahkan para pengguna melihat sekarang smartphone seperti menjadi gaya hidup bagi orang perkotaan. Inovasi ini memberikan keuntungan lebih banyak lagi pada pendiri Go-Jek dan para driver Go-Jek.
Kemunculan angkutan berbasis aplikasi online yang menjamur di kota-kota besar menimbulkan pro dan kontra. Di satu sisi masyarakat sangat pro dengan kemunculan angkutan berbasis online karena sangat membantu dalam berbagai hal, apalagi ketidakpuasan masyarakat dengan transportasi publik yang sudah ada. Namun di sisi lain ada beberapa pihak yang merasa di rugikan dengan hadirnya angkutan berbasis online. Ojek konvensional dan para supir angkot yang paling menantang dengan kehadiran angkutan berbasis online. Ada berbagai alasan mereka menolak adanya angkutan berbasis online,selain tarif yang terlalu murah dan kemudahan angkutan berbasisi online dalam mendapatkan penumpang membuat penghasilan mereka turun drastis. Ketimpangan inilah yang sering kali membuat kerusuhan antara kedua belah pihak, bahkan di beberapa tempat umum terpampang jelas tulisan ‘’dilarang untuk angkutan berbasis online’’.
Belum adanya titik terang antara angkutan berbasis online dan angkutan konvensional menjadi catatan tersendiri bagi berbagai pihak. Diantaranya pihak pemerintah yaitu Kementrian Perhubungan yang belum bisa menjadi intermediary actor bagi angkutan berbasis online dan angkutan konvensional. Di era globalisasi ini masyarakat sangat membutuhkan transportasi yang cepat, aman dan nyaman dan itu semua belum ditemukan pada transportasi publik yang sudah ada.
(Pondok pinang, 14 April 2018)
Komentar
Posting Komentar