SETETES AIR MATA DI WAJAH IBU PERTIWI
Asap-asap luapan emosi membumbung tinggi sampai menyentuh lazuardi di bulan yang penuh berkah ini. Tidak sengaja kepulan asap sampai membuat pedih di mata Ibu Pertiwi.
“Takbir”...
Segerombolan orang berteriak sambil berjalan menuju sebuah tempat yang mereka ingin tuju. Terlihat dari kejauhan, kerumunan orang berbaris dengan rapih membentuk sebuah pagar tepat di depan tempat tujuan yang diinginkan gerombolan orang tadi.
“Takbir..”
Kerumunan orang yang berbaris rapih itu pun meneriakan takbir membalas seruan yang sama dengan berdiri kokoh membentuk barisan. Massa yang bergerombol itu pun tertahan tepat di depan pagar manusia yang berbaris rapih. Mereka menumpahkan segalanya dengan berorasi di depan pagar manusia itu. Kejadian itu berlangsung cukup lama dan tetap tertib, hingga tiba-tiba datang dari arah belakang seorang provokator berlari sambil melemparkan batu ke arah barisan rapih itu.
Sontak kejadian itu membuat suasana menjadi lebih abu-abu, manusia yang berbaris rapih itu langsung memerintahkan gerombolan itu untuk mundur dan membubarkan diri. Gerombolan itu mulai terpencar-pencar, sebagian ada yang berlarian membubarkan diri, tapi sebagian tetap bertahan dari tempat mereka berdiri.
Malam semakin larut, rasa lelah sudah menghinggapi sebagian anak manusia. Suasana sepi sepertinya akan berakhir malam ini , tapi sesaat suasana itu berubah. Dari arah berlawanan puluhan orang datang dengan wajah menggunakan topeng kepalsuan, mereka menggenggam senjata hingga sebagian membawa bom molotov. Dan itu tepat dilemparkan ke arah barisan orang yang berbaris rapih.
Jiwa-jiwa yang lelah langsung mandadak membara, tidak ada pilihan lain selain memukul mundur para perusuh bertopeng itu. Gas air mata mulai ditembakan, kepulan asap yang sampai membuat mata rasanya ingin terpejam membuat suasana lebih seram. Puluhan massa bertopeng berlarian ke sana kesin mencari keamanan diri. Orang-orang berbaris rapih mulai merangsek maju menangkapi para gerombolan bertopeng yang tidak sempat berlari.
.
Suasana mendadak ramai layaknya pesta pernikahan. Puluhan orang bertopeng itu berlari ke arah kerumunan warga yang sebagian sudah terlelap, sambil meletakan topengnya dan membaur. Sementara orang-orang yang tadi berbaris rapih kini sibuk memilah-
milih di antara kabut kerumunan.
Mendengar suara riuh, beberapa warga terlihat panik dengan situasi dan kondisi yang ada. Semua hujan batu tidak bisa dihindarkan setelah warna pelangi yang mulai saru. Bunyi tembakan peringatan, bunyi suara menantang, bunyi batu-batu dilemparkan mendadak jadi paduan suara yang menghiasi malam ini
.
Sementara Ibu Pertiwi melihat lebih jauh, seorang pedagang kopi masih mencari rezeki di tengah gerombolan dan pasukan yang berbaris rapih, seorang peetugas kebersihan sempat menyapu jalanan sebelum suasana mencekam, anak kecil menangis dari lantai dua, seorang gadis kecil mencari ayahnya. Seorang Ibu mempertanyakan keberadaan anaknya dan seorang ayah sedang berada di tempat yang tidak semestinya. Dan para orang-orang yang berbaris rapih kini sedang menjalankan tugasnya sebagai abdi Negara.
Dan mentari pagi ini mulai menyapa beberapa manusia yang sudah mencapai batasnya, tapi nan jauh di sana para dalang dan para provokator baru terbangun dari tidur lelapnya. Mereka tertawa melihat pemberitaan di media masa sambil menikmati secangkir kopi dan sebatang rokok di tangan kanannya.
.........
Pondok Pinang, 24 Mei 2019
Komentar
Posting Komentar